Pantai;
Ia telah mengucap janji setianya pada laut. Bahwa ia akan selalu menemani. Kapan pun. Dalam keadaan apa pun. Sedahsyat apa pun hembusan angin—atau bahkan badai—yang mengguncang, yang mengurai tenang jadi gelombang-gelombang yang sulit dikekang, ia ‘kan selalu di sana. Menjadi sahabat paling sejati yang selalu mencoba mengerti. Dalam pasang maupun surut. Dalam jernih maupun keruh. Katanya, ‘tak peduli kamu seberapa pekat, aku akan tetap dekat’.
Panas;
Ia telah mengaku jatuh hati pada api. Mengagumi segala pesonanya, dan berikrar dalam hati, ia akan selalu menjadi ruh yang bersemayam dalam raganya. Menjadi rasa paling dikenal. Karena bersama api, ia tahu arus cintanya diberi kanal. Dalam momen destruksi sekalipun, ia selalu bahagia. Dan selalu mengucap harap dalam doa, ‘semoga semuanya abadi’.
Dingin;
Ia sudah terlalu yakin salju adalah muara cintanya. Dan tak tahu lagi harus berkata apa. Sampai kapan pun ia tak akan merindukan salju, karena mereka selalu bersama. Bercengkerama dengan pucuk-pucuk daun, bertengger manis di ranting pohon, jatuh merintik di permukaan jalan, atau menjadi selimut bagi genting-genting rumah. Kisah mereka memang indah.
Kamu;
Mengapa kamu belum juga?
: untuk kamu yang selalu percaya bahwa semua cerita tentang keterpisahan ini hanyalah tipu daya waktu
Novel Cinta adalah Perlawanan (2015), by Azhar Nurun Ala